TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, menjawab pernyataan Rizal Ramli yang menyebut rasio pajak (tax ratio) Indonesia terendah dalam sejarah bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Prastowo mengatakan persoalan ini dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan.
“Jangan sampai narasi-narasi yang terlalu menyederhanakan persoalan malah menjebak kita jatuh pada mentalitas mengharamkan utang, ogah bayar pajak. Mari terus berpikir dan berikhtiar. Terima kasih untuk semua kritik dan masukan. Itu gizi yg penting buat perbaikan,” ujar Prastowo dalam utasnya di Twitter melalui akun @prastow, Rabu, 2 Juni 2021. Prastowo telah mengizinkan Tempo mengutip cuitannya.
Dalam penjelasannya tersebut, Prastowo mengatakan tren tax ratio cenderung turun dari tahun ke tahun. Sebelum pandemi, kondisi tax ratio terpengaruh oleh ekonomi global yang mengalami perlambatan akibat adanya perang dagang Amerika Serikat dan Cina. Pelemahan ekonomi global berdampak pada harga komoditas dan penerimaan pajak.
Menurut Prastowo, wajar bila sebagai negara yang mengandalkan komoditas sebagai penggerak ekonomi, Indonesia sensitif terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar internasional tersebut. Apalagi, pola penerimaan pajak Indonesia didominasi oleh PPh badan.
“Ketika ekonomi booming, kinerja penerimaan pajak akan lebih tinggi dari kinerja ekonomi secara umum. Sebaliknya, jika ekonomi kontraksi, kinerja penerimaan pajak lebih rendah daripada kinerja ekonomi,” kata Prastowo.